Oleh : Nurdin (Dosen UIN Palopo)
Dunia kita hari ini dipenuhi dengan beragam informasi yang terkadang justru membuat kita terjebak dalam kebingungan. Beragam berita, argumen, dan pendapat yang bisa memengaruhi cara kita berpikir bahkan bertindak.
Dari situ, sepertinya penggunaan logika menjadi penting. Oleh karena, agar siap menghadapi tantangan di era informasi yang sudah begitu kompleks, maka memiliki dasar logika yang kuat menjadi perlu.
Aristoteles pernah bilang, “Logika adalah seni berpikir dengan benar?” Pertanyaannya, apakah kita sudah berpikir yang benar? Kalau melihat kondisi saat ini, saya termasuk orang yang meragukannya.
Mari kita lihat contohnya; Demonstrasi yang menjadi pemandangan beberapa hari belakangan ini, tidak hanya menyampaikan pendapat tetapi juga diwarnai dengan kesengajaan membakar atau merusak fasilitas umum. Lalu, logikanya di mana?
Taruhlah misalnya, pemicunya karena anggota dewan berjoget di tengah sulitnya perekonomian saat ini, tetapi bukan berarti dibalas dengan perusakan dan pembakaran fasilitas umum.
Berjoget di dalam ruang dewan adalah pelanggaran etik. Artinya, hal itu tidaklah pantas dilakukan oleh anggota dewan. Sementara di luar sana, rakyat yang diwakilinya sedang berjibaku untuk bertahan hidup.
Dan sanksi kode etik, mentok pada pemecatan. Tidak ada pemidanaan di situ, karena etik hanya berbicara tentang pantas atau tidak pantas hal itu dilakukan oleh seorang anggota dewan.
Adapun perusakan dan pembakaran fasilitas umum dan menjarah rumah pejabat negara adalah tindak pidana. Apapun alasannya, bukan merupakan alasan pembenar maupun alasan pemaaf bagi pelakunya.
Dan mesti diselesaikan dengan menggunakan hukum pidana, agar kedepan tidak terjadi. Dengan penyelesaian melalui jalur hukum, yang lain menjadi pembelajaran untuk tidak melakukan hal yang sama.
Menjarah, merusak, dan membakar fasilitas umum. Itu tidak ada bedanya dengan yang berjoget ria di dalam ruang sidang. Bahkan, perbuatan itu lebih sadis, jahat dan menakutkan.
Bukan saya mendukung anggota dewan itu berjoget, tetapi coba kita perhatikan betapa mengerikannya dampak dari perilaku anarkis itu. Manusia terbakar hangus akibat ulah sekelompok orang yang membakar gedung DPRD Sulsel.
Tidakkah itu termasuk perbuatan yang keji? Kita semua berharap, tidak lagi terulang. Toh, misalnya, ada yang tidak senang dengan kebijakan pemerintah, penyelesaiannya tidak dengan kekerasan.
Penyelesaiannya bukan dengan emosi, tetapi dengan konstitusi dan hukum yang berlaku. Mari kita berpikir waras, berpikir kritis dengan logika bahwa, fasilitas umum yang dirusak dan dibakar dibangun dengan tetesan keringat rakyat untuk membayar pajak.(*)