* Oleh: Abdullah Muthalib Kasni
(Mahasiswa UIN Palopo)
Pendidikan merupakan istrumen fundamental dalam realitas. Dalam hitungan history kita dapat melihat dengan beberapa adanya sebuah kasus pada dunia pendidikan. Tentang bagaimana seorang pendidik yang mengalami sebuah dinamika di beberapa daerah di negara yang kaya akan aturan ini. Seorang guru yang dilematis dalam mengiplimentasikan tanggung jawab dengan adanya UU No.35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak, hasil perubahan dari UU No.23 tahun 2014 yang berimpilkasi untuk melindungi secara holistik seorang anak.
Adanya beberapa contoh kasus seperti seorang siswa yang ditampar oleh guru akibat merokok dilingkungan sekolah dan seorang siswa yang ditegur disertai dengan tamparan ringan berniat membolos dengan menghancurkan tembok sekolah, dimana tembok tersebut diperbaiki melalui hasil swadaya guru dan alumni. Dilain sisi hal ini menjadi bukti nyata seorang guru mengalami dilematis seperti mendapatkan kesulitan dan kebingungan dalam menghidupkan serta menengakkan moral, etika, etiket untuk mencapai kedisiplinan dalam mendidik siswa disekolah. Atas nama apapun, kekerasan tidak dibenarkan dalam labotorium pendidikan, akan tetapi menjadi seorang guru tidaklah mudah. Tidak semua siswa berpilaku baik, adapun juga tentunya yang nakal. Terlepas dari beberpa faktor penyebab akan hal itu. Proses mendidik tidak bisa diindentikkan dengan kekerasan terhadap anak. Dengan jumlah siswa yang banyak, krakter yang berbeda mengharuskan seorang pahlawan tanpa tanda jasa untuk mendidik. Kini sosok yang membagi kasih sayangnya terhadap anak kandungnya sendiri ketika berada dalan lingkup pendidikan hampir kehilangan wibawa.
UU No.35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak menjadi bukti nyata negara melindungi seorang anak, Undang-undang tersebut akan lebih baik lagi jika digunakan sebagai payung hukum bagi anak yang betul mendapat segala kemudhratan bukan untuk mendiskriminalisasi seorang guru sang penjaga tiang peradaban. Guru tidak akan sepenuhnya memiliki Mens Rea terhadap siswanya sendiri sebab memposisikan diri sebagai orang tua kepada siswa lainnya. Orang tua siswa dan guru memiliki rasa sayang yang sama terhadap siswa tanpa harus saling membedakan satu sama lain. Sekalipun berbeda dalam memberikan proses kasih sayang, hal tersebut menjadi sebuah ketetapan, namun tujuannya ingin melihat seorang anak tumbuh dan berkembang menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Guru dengan mudah dikenakkan undang-undang perlindungan anak dilingkungan sekolah, lalu bagaimana dengan seorang anak jika dia mengalami krisis moral yang ada di era kontemporer, lalu siapa yang disalahkan?, Mari saling memahami tanpa harus saling menjatuhkan sama lain. Madrasah pertama seorang anak ada pada rumah tangga dan seorang ibu. Mendidik seorang anak atau siswa menjadi tanggung jawab kolektif yang tidak harus saling menyalahkan.
Hukum harus hadir untuk melindungi. Hukum yang baik tidak berpihak pada masyarakat tapi berpihak pada keadilan. Law Is the art of interpretation (hukum adalah seni berinterprestasi)yang bersandar pada sebuah fakta. Kebenaran sebuah hukum tidak dapat dilihat dari seberapa banyak orang bersuara yang sama, tetapi siapa yang paling taat terhadap aturan. Melalui mediasi serta pendekatan restorative justice menjadi pendekatan yang dapat menjadi cukup akurat pada hukum untuk menyelesaikan sebuah kasus tersebut jika telah berada pada dunia hukum, titik fokus untuk memulihkan kembali hubungan individu siswa, orang tua serta guru.
Adanya kasus yang terjadi perlu menjadi sebuah refleksi, jika hal ini dibiarkan secara terus menerus, kemungkinan terbesar dunia pendidikan akan mengalami sebuah dekandensi. Di dunia kontemporer melakukan pendidikan krakter harus berbenah dengan lebih kepada pendekatan edukatif serta humanis kepada siswa serta melakukan sebuah perjanjian Memorandum Of Understanding (Mou) antara pihak sekolah dan orang tua murid guna tidak terjadi penafsiran yang berlebihan dan lebih kepada kepastian hukum. Orang Tua murid secara holistik juga harus memahami dan melakukan proses parenting dalam mendidik anak sendiri. Betapa pentingnya ilmu parenting bagi seorang anak di masa kini. Jika para stacholder di sektor pendidikan secara universal berkalaborasi secara erat saya percaya dunia pendidikan akan terus terjaga seiring perkembangan zaman tanpa harus kehilangan esensinya.
Di akhir penjelasan singkat ada perkataan dari salah satu khulafaurrasyidin, Ali bin Abi Thalib yang mengatakan “Didiklah Anakmu 25 tahun sebelum ia lahir”, perkataan dengan makna yang begitu dalam, mengatarkan kita pada muhasabah diri serta betapa pentingnya sebuah pendidikan. (*)
Agen Togel Terpercaya
Bandar Togel
Sabung Ayam Online
Berita Terkini
Artikel Terbaru
Berita Terbaru
Penerbangan
Berita Politik
Berita Politik
Software
Software Download
Download Aplikasi
Berita Terkini
News
Jasa PBN
Jasa Artikel